Makalah Sejarah Pendidikan Islam
MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
TOKOH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam
Dosen
pengampu : Prof., Dr. Mansur, M.Ag.

Anggota:
Disusun Oleh :
1.
Milatur Rodiya (111-12-184)
2.
Nurul Istikomah (111-12-186)
3.
Imania Najmuna (111-12-193)
4.
Azza Nurul Laila (111-12-197)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam mengenal tokoh-tokoh
pendidikan islam di Indonesia, maka kita akan mengenal beberapa nama tokoh yang
terkenal. Diantara para tokoh tersebut, sangat andil besar dalam
memperbaharui konsep dan sistem pendidikan di Indonesia khususnya mengenai
pendidikan Islam. Diantara mereka, ada yang merubah atau mengabungkan konsep
pendidikan Kolonial Belanda (modern) dengan konsep pendidikan pesantren
(tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran
agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Biografi Para Tokoh
Pendidikan Islam Di Indonesia
2.
Pemikiran Pendidikan Islam
menurut Tokoh
3.
Mengetahui dobrakan
pendidikan Islam
4.
Mengetahui hal-hal yang
bermanfaat dari tokoh dan yayasan atau lembaga yang didirikannya atau dipimpinnya.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Biografi Para
Tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia
2.
Mengetahui Pemikiran
Pendidikan Islam menurut Tokoh
3.
Mengetahui dobrakan
pendidikan Islam
4.
Mengetahui hal-hal yang
bermanfaat dari tokoh dan yayasan atau lembaga yang didirikannya atau dipimpinnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yaitu
sebagai berikut :
A.
Ahmad Dahlan
1.
Biografi Ahmad Dahlan
(1869-1923)
Ahmad Dahlan dilahirkan di
Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari
K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan
Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu. Setelah beliau
menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan
Tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau
menuntut ilmu disana selama satu tahun. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi
kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana 2 tahun.
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu
pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya.
Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah
diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan
tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya keluar
pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa
pada waktu itu banyak dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang
ulama adalah tegas, beliau hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan
cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan
beliau ialah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu
dibangun semangat bangsa. Ahmad Dahlan meninggal pada Tahun
1923 M, tanggal 23 Februari dalam
usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan
di segani karena ketegaranya.
2.
Pemikiran Pendidikan Ahmad
Dahlan
Beliau mengatakan, upaya
strategis untuk menyelamatkan umat islam dari berpikir statis menuju pemikiran
yang dinamis adalah melalui pendidikan. Umat islam dididik agar cerdas, kritis,
dan memiliki daya analisis yang tajam dalam membaca dinamika kehidupan yang
akan datang. Adapun kunci bagi kemajuan umat islam adalah kembali pada
Al-Qur’an dan hadits, mengarahkan umat islam pada pemahaman ajaran islam yang
komprehensif dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pendidikan islam hendaknya
menjadi media dan mampu mengembangkan al-ruh dan al-akal. Hal ini disebabkan di
alam ini ada dua dimensi yaitu dimensi fisika dan metafisika. Manusia adalah
integrasi dari dua dimensi yaitu dimensi ruh dan jasad. Maka aktivitas
pendidikan harus mampu mengembangkan dimensi tersebut. Dan perlunya pengkajian
ilmu pengetahuan secara langsung sesuai prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadits.
Ahmad Dahlan melihat bahwa
problem epistimologi pendidikan islam tradisional disebabkan karena ideologi
ilmiahnya terbatas pada dimensi religius yang membatasi pada pengkajian
kitab-kitab klasik, khususnya dalam madzhab syafi’i. Sikap ilmiah yang
demikian mengakibatkan umat islam tidak mampu menganalisa ilmu pengetahuan
secara kritis sehingga kurang mampu berkompetisi secara produktif dan kreatif
terhadap perkembangan peradaban kekinian.
Menurut Ahmad Dahlan,
pendidikan islam hendaknya diarahkan untuk membentuk manusia muslim yang
berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, serta bersedia berjuang demi kemajuan masyarakatnya. Untuk mencapai
tujuan ini, hendaknya pendidikan islam mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan,
baik umum maupun agama, untuk mempertajam intelektualitas dan memperkokoh
spiritualitas peserta didik. Upaya ini akan terwujud jika proses pendidikan
bersifat integral dan epistimologi. Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam kurikulum dan
bentuk pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Ahmad Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an
dan hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Sistem pendidikan yang dipakai beliau adalah klasikal,
beliau ingin menggabungkan sistem pendidikan kolonial Belanda dengan sistem pendidikan tradisional (pesantren) secara
integral.
Materi Al-Qur’an dan hadits
yaitu ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan
nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan hadits menurut akal,
kerjasama antara agama-kebudayaan, kemajuan peradaban, hukum kausalitas
perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kebebasan
berpikir, dinamika kehidupan dan peranannya, dan akhlak. Komitmen Ahmad Dahlan
terhadap pendidikan agama adalah sangat kuat. Maka dari itu, beliau masuk
orgnasisasi Budi Oetomo pada tahun 1909, agar mendapatkan peluang mengajarkan
pendidikan agama kepada para anggotanya. Komitmen terhadap pendidikan
selanjutnya menjadi salah satu ciri khas organisasi yang didirikannya pada
tahun 1912 yaitu Muhammadiyah.
Pandangan Ahmad Dahlan
dalam pendidikan dapat dilihat dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh
Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang
digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Disamping itu, Muhammadiyah
mendirikan sekolah yang agamis yaitu madrasah diniyah di Minangkabau untuk memperbaiki pengajian
Al-Qur’an yang tradisional. Pada tanggal 8 Desember 1921, Muhammadiyah
mendirikan pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama. Dalam
sekolah tersebut pelajaran umum diberikan oleh dua orang guru dari sekolah
pendidikan guru (kweekschool), sedangkan ahmad dahlan dan beberapa orang
lainnya memberikan pelajaran agama yang lebih mendalam.
Muhammadiyah
berhasil melanjutkan model pembaruan pendidikan dikarenakan lingkungan sosial
yang dihadapi adalah terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang. Kelompok ini
banyak menguasai perusahaan percetakan yang secara ekonomis sangat penting di
masyarakat. Oleh karena itu, Muhammadiyah
dengan model pendidikan barat ditambah dengan pendidikan agama, mendapatkan
hasil yang baik dalam kalangan ini. Diantara sekolah-sekolah yang tertua dan
besar yaitu:
a.
Kweekschool Muhammadiyah,
di Yogyakarta
b.
Mu’allimin Muhammadiyah,
di Solo, Yogyakarta dan Jakarta
c.
Zu’ama/Za’imat di
Yogyakarta
d.
Kulliyah
Muballigh/Muballigat di Padang Panjang Sumatera Tengah
e.
Tabligh School di
Yogyakarta.
3.
Gebrakan Ahmad Dahlan
a.
Pembaharuan di bidang
lembaga pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
b.
Beliau memasukkan
pelajaran umum ke sekolah-sekolah agama atau madrasah.
c.
Perubahan pada metode
pengajaran sosrogan menjadi metode yang bervariasi.
d.
Dengan organisasi
Muhammadiyah, beliau berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih
bervariasi dan manajemen yang modern.[1]
B.
Hasyim Asy’ari
1. Biografi Hasyim Asy’ari (1881-1947)
Hasyim Asy’ari dilahirkan
pada tanggal 14 Februari tahun 1881 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau
belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari, kemudian beliau belajar
di pondok pesantren di Purbolinggo. Setelah itu, pindah lagi ke
Plangitan, Semarang, Madura dan lainnya. Sewaktu
beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang
mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang halus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu. Dan akhirnya beliau dinikahkan dengan putri
kyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau
pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim
selama setahun, tetapi istrinya
meninggal di sana. Pada kunjungannya yang kedua
ke Makkah, beliau bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam
dan bahasa arab. Sepulang dari Makkah, beliau mendirikan pesantren Tebuireng di
Jombang Jawa Timur pada tanggal 26 Rabiul awal tahun 1899 M.
Jasa K.H Hasim Asya’ari
selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng adalah keikut
sertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama (NU), bahkan beliau sebagai
Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia. Sebagai ulama
beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Tetapi
beliau mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu
beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh
beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik
di zaman Belanda atau di zaman Jepang. Kerap kali
beliau diberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuireng yang bertebaran di seluruh Indonesia,
menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang
memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti menteri agama dan lain-lain. K.H Asy’ari wafat pada tanggal
25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa
pondok pesantren Tebuireng yang tertua
dan terbesar untuk kawasan Jawa Timur dan yang telah mengilhami para alumninya
untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama
lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
2.
Pemikiran pendidikan islam
Hasyim Asy’ari
Diantara karya K.H. Hasyim
Asy’ari yang sangat monumental yaitu kitab “adab al-alim wa al- muta’alim
fima yahtaj ilah al-muta’allim fi ahuwal ta’allum wa ma yataqaff
al-muta’allim fi maqamat ta’limih” yang dicetak pertama kali pada tahun
1451 H. Kitab tersebut terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan
mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang
murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang harus
dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap
murid-muridnya dan etika terhadap buku. Dari 8 bab dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok yaitu:
a.
Signifikasi pendidikan
Berkaitan dengan pendidikan, di dalam kitab tersebut
beliau banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan ilmu dan
orang yang berilmu. Dan dalam pembahasan bab pertama dilengkapi
dengan berbagai hadits Nabi dan pendapat berbagai ulama’. Diantara isinya yaitu
tentang tujuan ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya, maksudnya agar ilmu yang dimiliki menghasilkan
manfaat sebagai bekal di kehidupan akhherat, syariat mewajibkan menuntut ilmu
dan memperoleh pahala yang besar, ilmu merupakan sifat yang menjadikan jelas
identitas pemiliknya, bertauhid itu harus mempunyai iman. Maka barang siapa
beriman maka ia harus bertauhid. Keimanan mewajibkan adanya syariat, sehingga
orang yang tidak menjalankan syariat maka berarti ia tidak beriman dan bertauhid.
Sementara orang yang bersyariat harus beradab. Dengan demikian beradab
berarti ia juga bertauhid, beriman dan bersyariat.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut
ilmu, yaitu pertama bagi murid hendaknya berniat suci, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi, jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua,
bagi guru dalam mengajarkan ilmunya meluruskan niat, tidak mengharapkan materi
semata-mata. Dalam penjelasannya tidak ada definisi khusus tentang belajar.
Tetapi yang menjadi titik tekan pengertian belajar adalah ibadah mencari ridha
Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya sekedar menghilangkan
kebodohan.[2]
b.
Tugas dan tanggung jawab
murid
1)
Etika yang harus
diperhatikan dalam belajar
Etika dalam belajar yaitu membersihkan hati
dari keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar.
2)
Etika seorang murid
terhadap guru
Etika seorang murid terhadap guru yaitu memperhatikan dan
mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, memilih guru yang wara’ dan
profesional, mengikuti jejak-jejak guru, memuliakan guru dan lain sebagainya.
3)
Etika murid terhadap
pelajaran
Etika murid terhadap pelajaran yaitu memperhatikan ilmu
yang fardhu ‘ain, mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain,
berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf ulama’, mendiskusikan dan menyetorkan
hasilnya kepada orang yang dipercaya, menganlisa dan menyimak ilmu, mempunyai
cita-cita tinggi dan lain sebagainya.
c.
Tugas dan
tanggung jawab guru
1)
Etika seorang guru
Etika yang harus dimiliki seorang guru antara lain:
selalu mendekatkan diri kepada Allah, takut kepada Allah, bersikap
tenang, wara’, khusyu’, mengadukan persoalan kepada Allah, tidak menggunakan
untuk meraih keduniawian semata, zuhud, menghindari hal-hal yang rendah,
menghindari tempat-tempat yang kotor dan tempat ma’siyat, mengamalkan sunnah
Nabi, bersikap ramah, ceria, suka menebarkan salam, semangat menambah ilmu
pengetahuan, tidak sombong, membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
2) Etika
guru dalam mengajar
Etika guru ketika mengajar yaitu mensucikan diri dari
hadts dan kotoran, berpakaian rapi, sopan dan berbau wangi, berniat ibadah,
menyampaikan perintah Allah, selalu membaca untuk menambah ilmu pengetahuan,
dan sebagainya.
3) Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
Etika terhadap pelajaran yaitu berusaha memiliki buku
yang diajarkan, merelakan dan mengizinkan apabila ada teman yang pinjam,
meletakkan buku pelajaran di tempat yang terhormat, memeriksa dahulu
ketika membeli atau meminjam buku, bila menyalin buku pelajaran syari’ah
hendaknya bersuci dahulu dan mengawalinya dengan basmalah.
3.
Gebrakan Hasyim Asy’ari
a.
Mendirikan pesantren
Tebuireng
b.
Mendirikan
madrasah Salafiyah sebagai tangga untuk memasuki tingkat
menengah pesantren Tebuireng
c.
Memasukkan pengetahuan
umum, seperti:
1)
Membaca dan menulis huruf
latin
2)
Mempelajari Bahasa
Indonesia
3)
Mempelajari ilmu bumi dan
sejarah Indonesia
C.
Mahmud Yunus
1. Biografi Mahmud Yunus
Mahmud Yunus lahir di Batusangkar, Sumatra
Barat pada tanggal 10 Pebruari 1899 dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982.
Beliau termasuk tokoh pendidikan islam Indonesia yang
gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama ke sekolah umum dan ikut
berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).
2. Pemikiran
Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Usaha yang dilakukan
Mahmud Yunus di bidang pendidikan setelah kembali ke Indone
sia yaitu memperbaruai
madrasah yang pernah dipimpinnya di sungayang yang bernama al-Jami’ah
al-Islamiyah, dengan mendirikan sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama
dan ilmu umum yaitu Normal Islam. Madrasah ini yang pertama kali memiliki
Laboratorium ilmu fisika dan kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di diutamakan
pada metode mengajar bahasa arab.
Mahmud Yunus memilki komitmen dan perhatian
yang besar terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan
agama islam, Diantara gagasan dan pemikirannya adalah:
a. Dari segi tujuan pendidikan islam, hendaknya
lulusan pendidikan islam mutunya lebih baik dan mampu bersaing dengan lulusan sekolah yang
sudah maju.
b. Dari segi kurikulum, beliau menawarkan
pengajaran bahasa arab yang integrated antara satu cabang dengan cabang lainnya
dalam ilmu bahasa arab.
c. Dalam
bidang kelembagaan, perlu mengubah sistem yang bercorak individual kepada
sistem pengajaran klasikal.
d. Dari segi metode pengajaran, hendaknya cara
mengajarkan agama sesuai dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan dengan
menggunakan metode yang bervariasi.[4]
D.
Abdurrahman Wahid
1.
Biografi Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan
Gusdur merupakan salah satu tokoh pendidikan. Beliau lahir di Denanyar Jombang
Jawa Timur pada tanggal 4 agustus 1940. Menurut sekilas riwayat hidupnya,
Gusdur berasal dari keturunan darah biru. Ia putra dari KH. Wahid Hasyim
(putranya KH. Hasyim Asy’ari) pendiri dan pelopor jami’iyah Nahdatul Ulama dan
pesantren Tebuireng. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah putri dari KH. Bisri Samsuri
seorang pendiri pesantren Denanyar Jombang. Kakek dari pihak ibunya juga
merupakan tokoh NU, yang jadi rais ‘aam PBNU setelah KH. Wahid Hasbullah.
Dengan demikian, Gusdur merupakan cucu dari tokoh NU sekaligus dua tokoh bangsa
Indonesia tahun 1949.
2.
Sepak terjang politik dan pendidikan
Pada awal 1980-an, Gus Dur terjun
mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam
beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya
semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat
sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam
mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas
sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah secular. Selama
memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan
Soeharto.
Beliau merupakan seorang pemikir liberal,
seorang pemimpin organisasi Islam berbasis tradisi terbesar. Sebagai seorang
cendikiawan inovatif yang memeragakan professional biasa atau intelektual, dia
memimpin suatu organisasi ulama, yaitu Nahdhatul Ulama ( Kebangkitan para Ulama
), yang didirikan pada tahun 1926 untuk membela kepentingan Islam dan melawan
ancaman modernisasi. NU pernah berfungsi sebagai gerakan sosio-religius dan
partai polotik. Tetapi tahun 1984 dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, Abdurrahman Wahid terpilih
sebagai ketua NU dengan tim baru yang terdiri dari para pemimpin muda,
dan membuat titik balik dalam sejarah NU. Di antara konsep
pembaharuan yang dilakukan oleh Abdurrahman Wahid ialah konsep pesantren,
kebebasan berpikir, multicultural pendidikan dan pemikiran liberal terhadap
budaya atau konsep barat tanpa filter
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa dalam mengenal
tokoh-tokoh pendidikan slam di Indonesia, maka kita akan mengenal beberapa nama
tokoh yang terkenal. Diantara para tokoh tersebut, sangat andil besar
dalam memperbaharui konsep dan sistem pendidikan di Indonesia khususnya
mengenai pendidikan Islam. Diantara mereka, ada yang merubah atau mengabungkan
konsep pendidikan Kolonial Belanda (modern) dengan konsep pendidikan pesantren
(tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran
agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum.
Para tokoh juga memberi
dobrakan dengan mendirikan berbagai yayasan atau lembaga pendidikan, seperti
pesantren, madrasah, sekolah dan bahkan partai politik. Mereka, para tokoh
diantaranya adalah: Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, Mahmud Yunus dan
Abdurahman Wahid (Gus Dur). Intinya, semua menjadi pengaruh besar perkembangan
pendidikan islam di Indonesia.
Daftar Pustaka
Zuhairini dkk.Sejarah
Pendidikan Islam.1986.Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana
PTAI.
Nizar, Samsul. Filsafat
Pendidikan Islam.2002.Jakarta:Ciputat Pers.
Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh
Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia.2005.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.
Sucipto, Herry.K.H
Ahmad Dahlan Sang Pencerah Pendidikan Dan Pendiri Muhammadiyah.2010.Jakarta:Best
Media Utama.
Mutiara.Sejarah
Pendidikan Islam Di Indonesia.1995.tt:Sumber Widya.
Esposito, John
L dkk.Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer.2002.Jakarta:Murai Kencana.
[4] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh
Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 57-70.
Komentar
Posting Komentar